Sabtu, 29 September 2012
Selasa, 14 Agustus 2012
Minggu, 20 Mei 2012
HAKIKAT PENDIDIKAN
Oleh
: GUNAWAN MANALU
NIM : 309122023
PENDIDIKAN ANTROPOLOGI
SOSIAL
I. Pendahuluan
Pendidikan
merupakan sesuatu yang tidak asing lagi bagi kita insan
manusia. Pendidikan pasti dan
sangat diperlukan oleh semua orang. Bahkan dapat dikatakan bahwa
pendidikan ini dialami oleh semua manusia dari semua golongan. Mungkin
banyak kalangan yang menganggap bahwa pendidikan hanya sebatas proses
belajar yang terjadi di sekolah-sekolah atau lembaga pendidikan saja.
Saya berpendapat bahwa anggapan tersebut masih kurang kompleks. Fakta
membuktikan bahwa pendidikan dapat kita peroleh dari berbagai tempat
atau dan cara. Seperti halnya para ilmuwan dan tokoh-tokoh atau ahli
dalam suatu penemuan. Thomas Alva Edison adalah salah satu ilmuwan dunia
yang mengalami banyak kegagalan dalam pekerjaannya untuk menghasilkan
cahaya melalui bola lampu, yang kita kenal dengan lampu pijar. Saya
pernah mengingat bahwa Thomas pernah bersekolah namun tidak begitu lama
dan hanya hitungan bulan karena dikeluarkan oleh Gurunya dengan alasan
sering tertinggal dan dianggap sebagai orang yang tidak memiliki bakat.
Sehingga Thomas belajar dirumah saja diajari oleh
Ibunya yang kebetulan saat itu berpropesi sebagai seorang Guru.
Sebenarnya Thomas memiliki kemauan yang cukup tinggi, hanya saja mungkin
Gurunya pada saat itu tidak mengetahuinya. Terbukti bahwa dalam
kehidupannya Thomas selalu ingin mencoba. Thomas menggunakan banyak
waktunya untuk melakukan percobaan mengenai suatu hal. Dalam
percobaannya, dia selalu mengalami kegagalan yang bahkan ratusan sampai
ribuan kali. Tapi walaupun gagal, dia selalu mempunyai cara atau metode
yang lain. Alhasil berkat semangat dan pengetahuan yang dimiliki, Thomas
pun berhasil menemukan lampu pijar.
Sebenarnya banyak penemuan yang dihasilkan oleh
tokoh dunia ini, tetapi yang paling terkenal adalah lampu pijar karena
merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi seluruh dunia. Perlu kita
ketahui bahwa Thomas tidak tergantung pada suatu tempat saja untuk
melakukan eksperimennya, melainkan diberbagai tempat yang memungkinkan
kelancaran proses eksperimennya tersebut. Dari kisah singkat itu dapat
kita mengerti bahwa pendidikan bukan hanya dapat kita peroleh dari
sekolah saja, tetapi juga dilingkungan alam semesta.
II. ISI dan PEMBAHASAN
Pendidikan berasal
dari bahasa Yunani, yaitu Paedos yang
berarti anak, dan agoge yang berarti memimpin. Jadi
secara etimologi, pendidikan berasal dari kata Paedagogia yang
mengandung arti memimpin dan atau membimbing anak.
Tahap pendidikan yang dijalani oleh seorang anak dapat diuraikan
sebagai berikut:
i. Lingkungan Keluarga
Pendidikan pertama dan
yang utama akan diporoleh oleh setiap individu dalam lingkungan
keluarga intinya. Dari sejak lahir, setiap individu telah mendapatkan
pendidikan yang istimewa dari kedua orang tua dan saudara kandung.
Pendidikan bukan hanya berarti menimba ilmu dilingkungan sekolah atau
instansi juga lembaga pendidikan formal saja, melainkan “Pendidikan
itu sesungguhnya adalah proses mempelajari dan mengetahui
apa yang sebelumnya diketahui tanpa tergantung pada suatu tempat atau
lokasi tertentu”. Dengan demikian pendidikan bukan hanya kita
dapatkan dari sekolah saja, tetapi juga dari keluarga, orang lain atau
teman, lingkungan sekitar dan masyarakat.
Dilingkungan keluarga, seorang anak akan mendapatkan banyak pendidikan,
baik dalam berbicara, rohani atau spiritual, bergaul, moral dan
tingkahlaku, norma, dan juga ilmu pengetahuan.
Sebelum seseorang terjun kedunia luar keluarganya, alangkah sangat
baiknya apabila telah dibekali dengan berbagai pendidikan dari dalam
keluarganya. Dengan demikian maka seseorang itu akan lebih mudah dalam
bersosialisasi dengan lingkuangan yang akan dihadapinya.
Dalam kehidupan
masyarakat Batak Toba, pendidikan dikenal dengan istilah Pangajaron,
yang mengandung arti cukup luas, seperti : mengajarkan moral,
mengajarkan tingkahlaku, mengajarkan kesopanan, mengajarkan nilai-nilai,
mengajarkan ilmu pengetahuan, mengajarkan pengembangan bakat/minat,
menndidik agar tidak berbuat penyimpangan social, dan lain sebagainya.
Sehingga apabila ada seorang anak Batak Toba yang berbuat penyimpangan
social atau berbicara tidak sopan, orang lain akan berkata “Naso
diajari amangna do haroa i”, dengan kata lain “sepertinya dia tidak
diajari Bapaknya”. Dari contoh tersebut dapat kita menarik suatu
kesimpulan bahwa pendidikan moral dan tingkahlaku seorang anak bukan
didapat untuk pertamakalinya dari luar rumah tangga, tetapi dimulai dari
dalam keluarganya. Itulah sebabnya dikatakan bahwa pendidikan pertama
dan yang utama diperoleh dari dalam keluarga.
ii. Lingkungan Teman Bermain (teman sebaya)
Setelah keluarga, agen
pendidikan berikutnya adalah teman bermain atau teman seusia. Dalam
lingkungan teman bermain, seorang anak akan mulai menghargai orang lain.
Biasanya seorang anak yang dididik secara mantap dalam keluarga akan
merasa rugi jika dia kehilangan teman bahkan akan menjaga sebaik mungkin
agar dia tidak kehilangan teman. Dilingkungan tersebut sang anak juga
akan mempelajari banyak hal yang dapat mengembangkan kognitif dan
afektifnya bahkan psikomotorignya. Seperti: seorang anak akan memikirkan
hal-hal yang dapat membuat teman-temannya senang kepadanya, maka dia
kan menghargai temannya, tidak menyakiti teman dan sebagainya. Dalam
lingkungan bermain, sekelompok anak akan membuat suatu aturan yang tidak
bisa dilanggar oleh anggota kelompoknya, apabila dilanggar maka akan
diberikan hukuman. Dari situ anak akan belajar menghargai dan
menjalankan aturan dan akan bertingkahlaku sesuai aturan. Seorang anak
yang tidak menginginkan kehilangan teman akan berusaha agar temannya
menyenanginya. Maka tidak jarang seorang anak akan meminta kepada orang
tuanya, atau bahkan mungkin membuat sendiri mainan yang dapat digunakan
untuk menghibur teman-temannya.
Namun tidak sedikit juga anak-anak yang suka
menciptakan keributan dalam kelompok teman sebayanya. Saya berpendapat
hal ini dapat terjadi karena dipengaruhi oleh anak yang sering
menyaksikan pertengkaran antara kedua orangtuanya dan atau kakaknya,
pengawasan yang tidak maksimal dari orangtua, seperti membiarkan atau
tidak mencegah agar anaknya menonton film yang menayangkan adegan-adegan
yang seharusnya ditonton oleh orang dewasa (film yang menayangkan
adegan perang, mafia/perampok, pemberontakan, dan sebagainya), orangtua
yang tidak serius dalam mendidik anak, misalnya: orangtua yang hanya
memberikan waktu yang minim untuk bersama anak-anaknya, dan lain
sebagainya. Maka dengan demikian tidak dapat disangkal lagi bahwa
orangtua sangat berpengaruh dalam kepribadian dan kehidupan seorang
anak.
iii. Lingkungan
Sekolah
Setelah
lingkungan bermain, tahap berikutnya dalam pendidikan adalah sekolah.
Sekolah akan memberikan pengajaran melalui Guru pengajar yang dapat
menstabilkan dan atau melengkapi apa yang sudah dipelajari seorang anak
dalam lingkungan keluarga dan lingkungan bermain. Dilingkungan sekolah
seorang anak akan diperketat dengan aturan-aturan yang harus ditaati.
Mungkin ketika masih dilingkungan keluarga atau lingkungan bermain,
seorang anak terkadang melakukan suatu tindakan yang tanpa memikirkan
dampaknya, baik pada diri sendiri maupun pada orang lain. Hal ini bisa
saja terjadi karena si anak mulai tidak memiliki rasa takut atau kurang
peduli dengan orang-orang dilingkungan tersebut. Tetapi ketika memasuki
lingkungan sekolah, seorang anak akan merasa enggan berbuat hal-hal yang
demikian. Hal ini karena si anak memiliki rasa takut untuk berbuat
salah sehingga akan tetap menjalankan aturan yang berlaku. Selain itu,
di sekolah anak akan mendapat pendidikan yang akan membantunya dalam
mencapai cita-citanya.
Sekolah akan memberikan ilmu pengetahuan yang belum
atau bahkan tidak didapatkan dalam lingkungan keluarga dan lingkungan
bermain. Dengan ilmu pengetahuan yang memadai, maka seseorang akan dapat
mencapai cita-citanya. Tetapi tidak jarang para pelajar dating
kesekolah bukan lagi untuk menuntut ilmu sebagaimana yang sebenarnya
dijadikan tujuan utamanya. Kita tentunya sudah banyak mendengar atau
bahkan menyaksikan sendiri tingkahlaku atau perbuatan para pelajar, baik
dari tingkat dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP),
Sekolah Menengah Atas (SMA/SMK/SMEA) dan sebagainya, bahkan mahasiswa
yang berbuat hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan oleh seorang
terpelajar, seperti membunuh, merampok, memperkosa, mengonsumsi
narkotika dan sejenisnya, tawuran, mengonsumsi minuman keras, balapan
liar, pergaulan bebas dan lain sebagainya. Mengapa demikian? Hal ini
menjadi pertanyaan besar bagi penulis.
Perbuatan seperti yang
disebutkan diatas seharusnya dihilangkan dari diri/pribadi seorang
pelajar. Penulis berpendapat bahwa pihak pengelola pendidikan (lembaga
pendidikan) yang baik tidak akan ada yang mengajarkan hal-hal yang
melanggar norma. Penulis berpendapat hal-hal yang melanggar norma atau
aturan tersebut dilakukan oleh para kaum pelajar karena terpengaruh dari
perkembangan zaman dan teknologi yang kian meningkat. Sehingga mereka
yang melakukannya menganggap hal itu merupakan sebuah gaya hidup (life
style) modern, dimana mereka akan menganggap seseorang (mungkin teman)
sebagai seorang yang tidak bernyali ketika tidak ingin melakukannya,
sehingga karena tidak mau dianggap demikian mereka pun ikut-ikutan.
Dalam mengantisipasi
(mengatasi) terjadinya hal-hal yang melanggar norma dan nilai social
tersebut, sangat dituntut kebijaksanaan dari pihak orangtua, teman,
sekolah (lembaga pendidikan) dan pihak yang berwenang (kepolisian).
Komponen-komponen tersebut sangat diharapkan untuk dapat membantu dalam
mengatasi terjadinya penyimpangan social.
Ø Orangtua
Orangtua yang bertingkahlaku baik terkadang dibalas
dengan tingkahlaku yang tidak baik oleh anak-anaknya, bagaimana pula
jika orangtua tidak bertingkahlaku yang baik? Orangtua harus mampu
menjadi teladan bagi anak-anaknya, maka orangtua seharusnya
bertingkahlaku yang baik agar anak-anaknya juga menirunya. Pada
masyarakat Batak Toba dikatakan bahwa “Dang Dao Tubis Sian
Bonana, Molo Dao Dibuat Deba”, artinya “perilaku
seorang anak tidak jauh beda dengan perilaku orangtuanya”.
Kontrol dan pengawasan
dari orangtua sangatlah penting untuk menciptakan seorang anak yang
peduli dengan nilai dan norma. Maka orangtua diharapkan mampu memberikan
waktu yang banyak untuk anak-anaknya, seperti meluangkan waktu untuk
berbicara dengan tenang bersama anak, menanyakan keadaan dan kelakuan
anak dilingkungan sekolah maupun ketika bersama dengan teman-temannya.
Saat ini tidak jarang lagi orangtua yang hamper tidak meluangkan
waktunya untuk bersama-sama dengan anak-anaknya, terkadang orangtua
beranggapan cukup hanya dengan memberikan materi (uang dan harta
lainnya) kepada anak dan menitipkannya kepada orang lain (pembantu atau
baby sitter dan sebagainya) maka anaknya akan aman-aman saja. Memang
sekilas mungkin sianak akan aman, tetapi bahaya besar akan dilaluinya.
Itulah perbuatan menyimpang seperti yang disebutkan sebelumnya. Maka
dengan demikian, orangtua harus menyadari dan melaksanakan betapa
pentingnya waktu bersama dengan anak, serta melakukan kontrol dan
pengawasan terhadap anak-anaknya.
Ø Teman
Terkadang teman bisa menjadi pihak yang lebih
memahami dan didengarkan oleh seseorang daripada orangtunya. Maka
seorang teman yang baik seharusnya membiasakan berbuat baik didepan
teman-temannya, sehingga dia akan didengar dan diakui ketika dia
melarang temannya untuk tidak berbuat hal-hal yang menyimpang. Namun
terkadang teman sendiri pun sudah menjadi malapetaka besar bagi diri
sendiri. Banyak tindakan yang menyimpang terjadi karena ajakan dan
dipengaruhi oleh teman-teman sendiri.
Teman yang baik seharusnya memberikan pandangan
kepada temannya agar tidak berbuat hal-hal yang melanggar norma dan
nilai. Memang terkadang teman yang demikian akan dibalas dengan jawaban
yang tidak baik, tetapi sebagai seorang teman yang baik, tidak bisa
cepat menyerah dalam mempengaruhi temannya agar berbuat yang baik.
Walaupun kebaikan tidak selalu dibalas dengan kebaikan.
Ø Sekolah (lembaga pendidikan)
Sekolah merupakan
lembaga pendidikan formal yang memiliki berbagai aturan dan norma yang
harus dilakukan oleh para peserta didiknya. Sekolah beserta seluruh
stafnya seharusnya memberikan teladan yang baik sesuai dengan norma atau
aturan yang ada disekolah tersebut agar peserta didiknya pun berbuat
demikian. Saat ini tidak sedikit pihak pengelola pendidikan yang tidak
menekankan kedisiplinan terhadap norma. Banyak staf sekolah yang hanya
berbicara tentang norma dan nilai sementara mereka pun tidak berbuat
sesuai dengan norma dan nilai. Kalau demikian bagaimana peserta didik
akan melaksanakannya? Bukan tidak mungkin peserta didik akan
mengabaikannya.
Pihak
sekolah harus mampu menjadi guru yang baik bagi seluruh peserta
didiknya. Bukan hanya menasehati (berteori) tetapi harus juga
membuktikannya. Selain itu sekolah juga dapat menyediakan berbagai unit
kegiatan (kelompok kegiatan) yang dapat menampung para peserta didiknya
agar tidak merasa bosan atau pun jenuh, melainkan agar memiliki semangat
dan dorongan untuk berprestasi, sehingga tidak terpengaruh oleh
lingkungan yang rentan dengan perilaku menyimpang. Dalam unit kegiatan
tersebut peserta didik dapat menyalurkan bakat atau kemampuannya yang
kemudian akan membuatnya bangga dan terus ingin meningkatkannya.
Disamping itu, pihak sekolah juga dapat melakukan program pendidikan
yang khusus untuk memperkuat kepribaian peserta didiknya, seperti
melakukan seminar, diskusi maupun konseling.
Ø Pihak yang berwenang (polisi)
Sebagai penegak hukum
dan pelindung masyarakat, kepolisian seharusnya benar-benar melaksanakan
tugasnya dengan baik. Untuk mengantisipasi terjadinya penyimpangan
social oleh para generasi muda khususnya dan masyarakat umumnya, maka
kepolisisan harus selalu siaga dan tidak pernah lelah untuk melaksanakan
tugasnya. Dalam mengatasi terjadinya perilaku menyimpang, khususnya
pada generasi muda (pelajar), kepolisisan dapat melakukan berbagai
kebijakan. Seperti yang sudah pernah dilakukan diberbagai daerah yaitu
razia kasih sayang. Hal lain yang mungkin dapat dilakukan adalah
mengadakan semacam seminar atau pun dialog interaktif dengan berkunjung
ke sekolah-sekolah. Hal penting lain adalah bahwa dalam tubuh
kepolisisan harus dijauhkan hal-hal yang berbau diskriminasi
(pembedaan), baik dalam agama, ras, suku/etnis,
latar belakang kebudayaan dan sejarah, dal sebagainya.
Komponen-komponen
diatas dapat mempengaruhi kepribadian seseorang untuk berbuat sesuai
dengan norma dan nila yang berlaku, tetapi inti utamanya adalah mereka
(seluruh komponen tersebut) harus terlebih dahulu melaksanakannya, agar
orang lain (sasarannya) mendengarkan dan melaksanakannya. Ada kata bijak
mengatakan “sebelum anda mengatur diri orang lain, aturlah dulu diri
anda”.
Tujuan pendidikan adalah untuk menaikkan taraf hidup dan
mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Maka pendidikan harus
benar-benar dilakukan dengan desain yang sebaik mungkin. Salah satu
unsur yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan untuk mewujudkan
kesejahteraan dan kemakmuran adalah penegakan hukum tanpa pandang bulu
dan latarbelakang. Dengan kata lain keadilan harus diutamakan. Saat ini
banyak anak-anak yang tidak sekolah dengan alas an tidak ada uang.
Memang pemerintah telah mulai membuktikan kepeduliannya terhadap
pendidikan, seperti: pemberian dana BOS, beasiswa dan sebagainya, tetapi
sangat disayangkan kepedulian tersebut tidak dirasakan oleh seluruh
masyarakat. Bahkan yang sangat menyedihkan adalah anak orang kaya
mendapatkannya, sementara anak orang kurang mampu tidak. Hal ini berarti
tidak ada keadilan. Mungkin masalah ini terjadi
karena perbuatan pihak pengelola pendidikan dilembaga pendidikan
tertentu, tetapi ini merupakan kelemahan dan kelalaian pemerintah dan
Dinas Pendidikan yang tidak memmperhatikan proses pendidikan
disekolah-sekolah.
Untuk mencapai suatu tujuan yang telah
kita buat (programkan) harus didukung dengan alat atau instrumen yang
mendukung. Sekolah misalnya, instrumennya adalah
sarana dan prasarana sekolah tersebut. Maka untuk mencapai visi lembaga
pendidikan tersebut harus tersedia sarana dan prasarana yang mendukung
dan mampu menjalankan misinya. Saat ini masih banyak lembaga pendidikan
yang berada dibawah wewenang pemerintah tidak memiliki sarana dan
prasarana yang memadai. Anehnya lagi, lebih lengkap sarana dan prasarana
lembaga pendidikan (sekolah) yang dikelola oleh pihak swasta dibanding
yang dikelola oleh pemerintah (negara). Saya pernah mendengar bahwa
sekolah di sekolah swasta lebih pintar dan lebih disiplin dibanding
sekolag di sekolah negeri, dan memang ucapan tersebut banyak yang
terjadi. Dilembaga pendidikan yang dikelola swasta sangat ketat
peraturannya, baik terhadap tenaga pengajar, pegawai dan juga peserta
didiknya. Sedangkan disekolah yang dikelola pemerintah (negeri),
seakan-akan peraturan tidak ada artinya, dan sangat jarang dilaksanakan.
Tidak jarang
pihak-pihak yang berwenang di lembaga pendidikan tertentu menerapkan
praktek KKN. Bentuk KKN tersebut antaralain adalah : korupsi dana
pembangunan sekolah, kurupsi beasiswa, mengikut-sertakan keluarga atau
anak kerabat (teman) dan seagama dan atau satu suku (etnis) dalam
penerimaan beasiswa dan mempersulit urusan peserta didik yang lain yang
hendak mengurus urusan beasiswa, egoisme (mementingkan diri sendiri dan
tidak sesui kesepakatan dengan peserta didik),
kejadian semacam ini sering terjadi ditingkat Perguruan Tinggi,
misalnya: seorang Dosen tidak bisa mengajar pada suatu saat sesuai
dengan kesepakatan kontrak kuliah dengan mahasiswa karena alasan ada
ururan tertentu, Dosen tersebut memberitahukannya saat pada hari
matakuliah yang dibawakan akan diajarkan, dan tidak memberitahukan kapan
jadwal gantinya. Ketika urusan Dosen tersebut selesai atau katika dosen
tersebut memiliki waktu untuk mengajar, dosen tersebut
memberitahukannya kepada mahasiswa pada hari itu juga dalam arti
mahasiswa tidak ada persiapan untuk mengikuti perkuliahan tersebut dan
atau mahasiswa memiliki urusan. Maka dengan adanya kejadian seperti ini,
mahasiswa pasti akan merasa tidak terima dosen tersebut hanya
memikirkan diri sendiri tidak memahami mahasiswanya. Tindakan seperti
KKN tersebut lebih banyak dijumpai dilembaga pendidikan yang dikelola
oleh pemerintah (negeri) dibanding lembaga pendidikan yang dikelola oleh
swasta.
Peraturan dan sistem pendidikan yang mencakup kurikulum
dibahas dan disahkan oleh pejabat negara (pemerintah) untuk kemudian
diterapkan dilembaga pendidikan. Tetapi yang lebih melaksanakan
peraturan dan sistem pendidikan tersebut adalah sekolah yang dikelola
oleh swasta dibanding yang dikelola oleh pemerintah (negeri). Yang tidak
kalah mengherankan adalah pemerintah yang terdiri dari berbegai
departemen (lembaga/bidang) banyak yang membuka lembaga pendidikan
masing-masing lembaga. Seperti: departemen keuangan dan perpajakan
membuka lembaga pendidikan sendiri (misalnya Sekolah Tinggi Akuntansi
Negara), departemen agama membuka lembaga pendidikan berbasis agama,
departemen (menteri) dalam negeri membuka lembaga pendidikan sendiri
(seperti Institut Pemerintahan Dalam Negeri).
Jika pemerintah telah membuka lembaga pendidikan masing-masing
departemen, maka generasi muda yang menuntuk ilmu di lembaga pendidikan
lain akan menjadi sedikit kesempatannya dalam memperoleh lapangan
pekerjaan, sehingga tidak jarang seorang sarjana bekerja bukan pada
bidangnya atau bahkan menganggur. Saya berpendapat bahwa banyaknya
sarjana yang menganggur adalah karena hal-hal demikian.
Indonesia
adalah negara yang berdasarkan pancasila. Pacasila merupakan budaya
bangsa Indonesia sehingga departemen pendidikan menjadikan Pancasila
sebagai bahan pertimbangan (yang mempengaruhi) kurikulum pendidikan
Indonesia. Saya berpendapat bahwa sepertinya pancasila tidak lagi
dipandang sebagi dasar Negara tetapi hanya sebagai simbolis saja, dimana
kita telah banyak menyaksikan kejadian di negara kita ini yang sangat
berlawanan dengan isi pancasila tersebut. Sementara itu, pemerintah
melalui departemen pendidikan membuat suatu tujuan akhir pendidikan
secara nasional, yang salah satu diantaranya adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan. Tetapi kenyataannya adalah malah pejabat yang sudah
menyelesaikan pendidikannya ditingkat tertentu bahkan telah menyandang
gelar Doktor tidak mencerminkan sikap dan perbuatan sebagaimana yang
disebutkan dalam tujuan pendidikan nasional, dimana begitu
banyaknya pejabat yang melakukan tindakan KKN sementara orang lain
(rakyat) terlantar.
Dari pengamatan saya terhadap pemerintahan
Indonesia saat ini, saya berpendapat bahwa orang-orang bersekolah bukan
untuk mencari keadilan dan kesejahteraan sekalipun sekolah dibidang
hukum, melainkan untuk mencari harta kekayaan (uang). Jika kita lihat
berdasarkan kenyataan dinegara kita ini, orang-orang bersekolah
tinggi-tinggi hanya untuk mencapai suatu tujuan yaitu “agar bisa korupsi”, tidak tergantung pada
jurusan, dengan pengertian orang-orang bersekolah setingi-tinginya dengan tujuan agar mendapat suatu kedudukan yang tingi juga, sehingga
bisa melakukan korupsi.
III. PENUTUP
Manusia memiliki akal dan budi yang dapat
dikembangkan untuk dapat mempertahankan kehidupannya didunia ini.
Pendidikan tidak hanya melalui sekolah, tetapi juga melalui pengalaman.
Seseorang dapat belajar dari pengalamannya dalam kehidupan yang dilalui.
Melalui pengalaman, seseorang akan mampu mengevaluasi dan menjadikan
hasil evaluasinya sebagai pelajaran untuk masa yang akan datang. Itu
sebabnya ada kata bijak mengatakan “pengalaman adalah guru yang paling
baik”. Tetapi pada saat zaman sekarang ini pendidikan sudah lebih banyak
diperoleh dan dilakukan dilembaga pendidikan (formal maupun nonformal).
Hal itu mungkin terjadi karena
setiap lapangan pekerjaan selalu saja menanyakan tamatan setiap pelamar
pekerjaan. Padahal tidak jarang terjadi, orang yang tidak memiliki
sekolah yang tinggi memiliki Sumber Daya Manusia yang tinggi, begitu
juga sebaliknya.
Lembaga pendidikan formal diantaranya adalah sekolah dan atau
yayasan pendidikan yang terdiri dari jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai
Perguruan Tinggi (PT), sedangkan nonformal dapat berupa bimbingan
belajar (privat), ekstra, dan sebaginya. Lembaga pendidikan
formal (sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi) memiliki visi dan misi
masing-masing yang dirancang sedemikian rupa untuk menciptakan manusia
yang memiliki sumber daya yang bagus.
Seharusnya tujuan
akhir sebagai hasil dari pendidikan itu tidak menjadi senjata untuk
berburu harta kekayaan dengan cara yang menghalalkan segala cara,
meskipun melanggar nilai dan norma serta Hak Azasi Manusia, melainkan tujuan akhir dari pendidikan itu seharusnya menjadi senjata
untuk menghadapi perkembangan zaman dan agar mampu bersaing secara
sehat, juga untuk menegakkan keadilan, sehingga tercipta masyarakat yang
adil dan makmur.
Kamis, 17 Mei 2012
KITAB PENGOBATAN MASYARAKAT BATAK TOBA PADA ZAMAN KERAJAAN
KITAB
PENGOBATAN PADA MASYARAKAT
BATAK TOBA
DI
TANAH BATAK
A. LATAR
BELAKANG MASALAH
Kitab pengobatan Batak Toba adalah salah satu dari
beberapa kitab yang diberikan oleh Debata Mula Jadi Na Bolon. Debata Mula Jadi
Na Bolon adalah sang penipta yaitu Tuhan Yang Maha Esa, namun pada Orang Batak
Toba dikenal dengan Debata Mula Jadi Na Bolon. Debata Mula Jadi Na Bolon adalah
pencipta langit dan bumi dan semua isinya. Sebagai mahluk yang paling tinggi
derajatnya dibanding mahluk lain serta mahluk yang memiliki akal dan budi,
manusia diberikan hak untuk menguasai bumi. Pada Kitab Pengobatan Batak Toba
Debata Mula Jadi Na Bolon memberikan
pengetahuan kepada manusia agar bisa hidup sehat dan bisa sembuh dari
penyakit.
Kitab Pengobatan Batak Toba ini berisi bagaimana manusia
agar sehat selalu, dan bagi orang sakit menjadi sembuh, bagaimana agar dekat
dengan Tuhan dan bagaimana melaksanakan budaya ritual agar manusia itu sehat.
Dalam kehidupan Orang Batak segala sesuatunya termasuk mengenai pengobatan
selalu seiring dengan budaya ritual dan barang pusaka peninggalan leluhur zaman
dahulu untuk mengetahui bagaimana cara mendekatkan diri pada sang pencipta agar
manusia tetap sehat dan jauh dari mara bahaya.
Mulajadi Nabolon Tuhan Yang Maha Esa bersabda : “Segala sesuatunya yang tumbuh diatas bumi dan
di dalam air sudah ada gunanya masing-masing di dalam kehidupan sehari-hari,
sebab tidak semua manusia yang dapat menyatukan darahku dengan darahnya, maka
gunakan tumbuhan ini untuk kehidupanmu”.
Dengan membaca dan menghayati isi dari kitab pengobatan
ini maka seseorang itu akan mampu menciptakan pola hidup sehat secara jasmani.
Pada masyarakat Batak Toba orang yang paling mengetahui isi dari Kitab Pengobatan
ini disebut sebagai Sibaso. Sibaso adalah Datu (Dukun perempuan). Pada zaman
saat sekarang ini Dukun Sibaso sudah jarang ditemukan, tapi diberbagai daerah
masih dapat ditemukan orang yang bisa mengobi orang sakit secara Tradisional.
Orang ini sering disebut sebagai Namalo atau orang pintar. sering juga disebut
sebagai seorang Datu (Dukun). Seiring dengan perkembangan zaman dan
perkembangan pengetahuan dan teknologi masyarakat sudah beralih ke hal yang
modern, termasuk dalam hal pengobatan. Hal ini karena banyak pihak yang
beranggapan bahwa berobat ke Namalo (Dukun)
tidak zamannya lagi. Clifford Geertz dalam bukunya “the interpretation of
culture “ (Ibrahim Gultom, 2010) menyebutkan bahwa orang cenderung mengabaikan
kepercayaan tradisional dan menganggapnya sebagai penghambat pembangunan.
Berbagai pengalaman telah dapat membuktikan bahwa
Pengobatan Tradisional Batak yang dilakukan oleh seorang Namalo ini tidak selalu kalah dengan pengobatan yang diterapkan
oleh Dokter (tim medis). Hanya saja sistem
Pengobatan ini tidak melibatkan alat teknologi canggih seperti halnya peralatan
medis. Pengkajian mengenai obat yang digunakan oleh tim medis dengan obat yang
digunakan oleh tim Namalo sangat jauh berbeda. Pihak tim medis telah
mencampur zat kimia kedalam obat yang dipergunakan, sementara tim Namalo masih alami. Obat yang digunakan
oleh tim Namalo adalah jenis
tumbuh-tumbuhan tertentu yang masih alami. Untuk meramu diperlukan alat-alat
tradisional . mengenai hal ini De Boer (Sitor Situmorang ,2009:345) memaparkan
bahwa jika sakit Orang Batak Toba dilarang minum obat dari dokter.
Pengobatan oleh seorang namalo kerap dilakukan disebuah
ruangan khusus (kamar) yang memang sudah dikhususkan untuk ruangan pengobatan.
Ada juga yang dilakukan ditempat-tempat tertentu yang dianggap sakral dan sepi.
Hal ini untuk bisa melakukan konsentrasi karena kebudayaan itu melengkapi
manusia dengan cara-cara penyesuaian diri pada kebutuhan-kebutuhan fisiologis
dari badan mereka sendiri, dan penyesuaian pada lingkungan yang bersifat
fisik-geografis maupun pada lingkungan sosialnya. Dengan perkataan lain tempat
ritual dilakukan dengan memperhatikan keadaan sekitar, tidak boleh ribut.
Sebagaimana yang dikatakan oleh T.O.Ihromo (2006:28) bahwa tiap-tiap adat yang meningkatkan
ketahanan suatu masyarakat dalam lingkungan tertentu merupakan adat yang
disesuaikan. Pada umumnya kebudayaan bersifat adaptif Misalnya adalah seperti
kuburan nenek moyang, dibawah pohon hariara
dan sebagainya. Dengan kata lain
tempat tersebut disesuaikan dengan keadaan lingkungan. Pada pengobatan
tradisional Batak Toba yang menyediakan segala keperluan selain benda-benda
pusaka biasanya adalah orang yang berobat. Semua perlengkapan yang dibutuhkan
harus terpenuhi guna mendapatkan hasil yang sempurna. Orang yang melakukan
kunjungan atau Berziarah ketempat-tempat
sakral adalah karena mengalami gangguan roh halus, maka ziarah dilakukan agar
mahluk halus yang merasuki orang tersebut segera meninggalkannya.
Dalam pengobatan tradisional Batak Toba seperti yang ada
dalam Kitab Pengobatan kerap disertai oleh ritual-ritual. Namun setiap masalah
yang hendak diselesaikan berbeda upacara ritualnya. Benda pusaka yang
diwariskan oleh nenek moyang pun sering digunakan. Benda-benda pusaka tersebut
digunakan karena dianggap memiliki kekuatan magic dan unutuk mengetahui bagai
mana cara menyembuhkan yang sakit dan untuk mendekatkan diri kepada Debata Mula
Jadi Na Bolon (Tuhan Yang Maha Esa). pandangan kepercayaan terhadap Debata Mula
Jadi Na Bolon memang dianggap primitif, namun E.B.Tylor (Swardi Endraswara,
2006:224) menegaskan bahwa penganut kepercayaan primitif pun juga berpikir
rasional meskipun pengetahuannya
sedikit, pandangannya tetap masuk akal meskipun lemah.
Pada saat sekarang ini seorang Dukun (Namalo) bukan hanya untuk mengobati
orang sakit dan kemasukan roh (mahluk halus) lagi, tetapi juga ada Dukun
yang bisa dipergunakan untuk menaikkan status sosial atau pangkat
atau pun jabatan seseorang. Tidak mengherankan lagi apabila ada seseorang yang
menginginkan suatu kedudukan atau jabatan pergi menemui dukun.
- PERUMUSAN MASALAH
Pengobatan yang ada dalam Kitab Pengobatan orang Batak
Toba harus dilakukan dengan serius. Jika Selama upara (ritual) si pasien tidak
memfokuskan pikiran atau dia bimbang maka hasil dari ritual pengobatan tersebut
tidak akan berhasil bahkan tidak tertutup kemungkinan akan menjadi semakin
parah. Pelaksanaan ritual pengobatan ini ada yang dipengaruhi oleh waktu dan
atau keadaan yang pada orang batak dikenal dengan istilah maniti ari, dan ada
juga yang tidak dipengaruhi oleh waktu (kapan saja bisa dilakukan). Banyak
orang yang mengalami berbagai masalah gangguan roh datang berziarah ke Tanah
Batak dan mendapatkan kesembuhan. Hal ini karena mereka memenuhi seluruh
permintaan roh yang dilibatkan dalam pengobatan tersebut. Dengan demikian orang
yang meyakini Pengobatan secara magic Batak Toba ini tidak hanya diakui oleh
Masyarakat Batak Toba sendiri, tetapi juga orang lain. Tempat yang dianggap paling bagus melakukan
ziarah adalah Gunung Pusuk Buhit yang dianggap sebagai tempat lahirnya Bangsa Batak Toba pertama. Pusuk Buhit diakui sebagai
tempat yang keramat dan suci. Sampai saat sekarang ini masih banyak orang yang
sering berziarah kesana.
Proses pengobatan yang disebutkan dalam Kitab Pengobatan
sering dengan menggunakan benda-benda pusaka untuk memanggil roh/sahala.
Roh/sahala diyakini mampu memberikan jalan keluar dari masalah penyakit
seseorang. Ada pun benda-benda pusaka yang digunakan adalah Tunggal Panaluan,
Piso Si pitu Sarung, Piso Silima Sarung, Solam Mula Jadi, Piso Gaja Dompak, Piso
Sitolu Sarung, dan lain-lain. Sebutan bagi orang yang memiliki kemampuan
tertiggi dalam mengobati adalah Datu Bolon (laki-laki) dan juga Sibaso
(perempuan). Diberbagai daerah di Tanah Batak masih dapat ditemukan seorang
Dukun tapi mereka tidak sehebat seorang Datu Bolon Maupun Sibaso. Sibaso sering dipanggil untuk membantu ibu
yang sedang mau melahirkan.
Dalam Kitab Pengobatan Batak Toba si Raja Batak
mengisahkan bagaimana dia menelusuri pengobatan sejak manusia lahir sampai
kehidupan dibumi. Si Raja Batak tidak pernah terlepas dari alam sekitarnya
terlebih tumbuhan dan mahluk hidup lainnya. Untuk mendapatkan kehidupan yang
sehat, Si Raja Batak berpesan agar manusia hendaknya memakan atau meminum
Appapaga, Anggir, Ariman, Alinggo, Abajora, Addorabi, Assising, Arip-arip dan
Ambaluang. Keseluruhan itu harus dimakan dan atau diminum sekali dalam sembilan
hari, hal ini karena si Raja Batak menetapkan bahwa peredaran darah manusia ada
sembilan maka makanan dan minuman tersebut akan melancarkan peredaran darah
manusia.
Dari uraian diatas, maka permasalahan penelitian ini
dapat diuraikan sebagai berikut:
- Bagaimana
peran seorang Datu Bolon maupun Sibaso dalam pengobatan pada masyarakat
Batak Toba
- Bagaimana
peran benda-benda mistis (benda-benda pusaka) dalam pengobatan tradisi
Batak Toba
- Bagaimana agar manusia itu sehat dan bagaimana melaksanakan
ritual agar manusia sembuh dari
penyakit.
- TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman
tentang pengobatan tradisional yang sampai pada zaman modern ini masih
dilakukan oleh orang-orang tertentu, khususnya Masyarakat Batak Toba
sebagaimana yang dipesankan oleh Si Raja Batak dalam Kitab Pengobatan. Dengan
demikian tidak akan ada lagi timbul kesalah pahaman antara orang yang menganut
atau masih melaksanakannya dengan orang yang tidak mendukungnya apalagi yang
fanatik dengan agamanya.
Selanjutnya melalui pengungkapan makna dan fungsi dari
pengobatan tradisional ini dalam konteks masyarakat Batak Toba pada khususnya dan
orang yang ingin berobat pada orang Batak Toba dan berziarah kedaerah-daerah yang
diyakini sebagai tempat yang sakral dan suci, diharapkan tentunya agar
pihak-pihak lain mengakui bahwa dibalik tradisi leluhur Batak Toba ini ada
tersimpan kekuatan dan makna serta keajaiban yang luar biasa sehingga dapat
dijadikan sebagai komoditi yang harus dilestarikan dalam rangka mewarisi
tradisi leluhur yang amat sangat besar manfatnya bagi kehidupan manusia.
- MANFAAT PENELITIAN
Secara teoritis penelitian ini diharapkan mampu
memberikan sumbangan terhadap analisis paerkembangan dunia ilmu antropologi
budaya terlebih pemahaman mengenai fungsional struktural. Dari hasil penelitian
ini akan diperoleh gambaran fungsi, makna dan arti secara fungsional struktural
atas fenomena pengobatan tradisional Batak Toba sebagaimana yang ada dalam
Kitab Pengobatan maka pihak yang menolak dan atau menolak tradisi ini akan
yakin bahwa pengobatan tradisional dalam Kitab Pengobatan Batak Toba merupakan
sebuah fenomena yang memiliki makna dan fungsi tertentu dalam kehidupan
manusia.
- LANDASAN TEORI
Kitab Pengobatan Batak Toba ini pada dasarnya adalah
Kitab Pengobatan yang berisikan tentang bagaimana agar manusia itu khususnya
Masyarakat Batak Toba bisa hidup sehat. Pengobatan dalam Kitab ini merupakan
warisan budaya spiritual nenek moyang Batak Toba yang sampai sekarang masih
dilaksanakan oleh sebagian Masyarakat Batak Toba.
Adapun jenis pengobatan yang ada dalam Kitab Pengobatan
Batak Toba adalah Dappol Siburuk, Pengobatan Anak Mulai Dikandungan Sampai
Lahir, Pengobatan Ibu Setelah Melahirkan, Pengobatan Mata, Mencari Kesuksesan
(kharisma, wibawa dan kesehatan), Twar Mula Jadi, dan Upacara Ritual dalam
pengobatan. Dari uraian diatas dapat dinyatakan bahwa Si Raja Batak tidak
menginginkan manusia khusunya Orang Bata Toba sakit, dan jika manusia sakit Si
Raja Batak Tidak mengijinkan mereka berobat kedokter sebagaimana yang dicatat
oleh De Boer (Sitor Situmorang, 2009:345).
Ibrahim Gultom (2010) menyebutkan upacara ritual dalam
pengobatan merupakan pedoman perilaku yang dianut oleh agama malim, seperti :
Marari Sabtu, Martutu Aek, Upacara Pasahat Tondi, Upacara Mardebata, Upacara
Mangan Na Paet, Upacara Sipaha Sada, Upacara Sipaha Lima, Upacara Mamasu-masu,
dan Upacara Manganggiri. Menurut Hughes (Fosterr/Anderson, 2009 : 6) hal
pengobatan tradisiona Batak Toba ini merupakan etnomedisin, yaitu kepercayaan
dan praktek-praktek yang berkenaan dengan penyakit, yang merupakan hasil dari
perkembangan kebudayaan asli dan yang eksplisit tidak berasal dari kerangka
konseptual.
Tata cara MarariSsabtu adalah sabagai berikut:
* Menyiapkan air penyucian (aek pangurason) yang diambil
terlebih dahulu dari sumber air sebelum ada orang lain mengambil air dari sana dimasukkan
kedalam mangkuk putih serta dan mempersiapkan alat pembakaran dupa dan
peralatan lainnya.
* Jeruk purut dibelah dengan beralaskan kain putih bersih
dan airnya dicampur dengan air yang sudah disiapkan dalam mangkuk putih dan
bane-bane (daun) dimasukkan kedalam cangkir yang berisi air tersebut. Daun
tersebut akan digunakan mamippis (memercikkan) air tersebut kepada semua peserta
upacara.
* pada pukul 10.30 wib upacara dimulai. Ulu punguan
(pemimpin upacara) memasuki ruangan parsantian (tempat melakukan upacara) dan
diikuti oleh seluruh peserta upacara dan duduk bersila secara tertib dan rapi.
Air dalam mangkuk putih harus sudah ada dalam Parsantian diatas tikar (lage
tiar) yang berlapis tiga.
* Peserta upacara memfokuskan pikiran (berkonsentrasi)
untuk mengikuti ritus demi ritus dalam upacara.
* Ulu punguan memercikkan air dalam cangkir kepada
seluruh peserta upacara dengan maksud untuk membersihkan peserta dari dosa
sebelum upacara dimulai.
* Setelah semua tertib, Ulu Punguan melafalkan
tonggo-tonggo (Doa-doa) sedangkan peserta menyimaknya.
* Kemudian Ulu Punguan memaparkan isi patik dengan
menghadap kepada peserta (layaknaya orang yang berceramah).
* Setelah itu dilakukan siraman ruhani yang diawali oleh
satu atan dua orang dari peserta dan kemudian disimpulkan (panippuli) oleh Ulu
Punguan. Upacara ritus diakhiri dengan memercikkan air kepada seluruh peserta
upacara oleh Ulu Punguan (pemimpin upacara). Menurut Sito Situmorang
(2009:338) tata cara Marari Sabtu ini
merupakan sakramen penyucian diri.
Upacara Marari Sabtu dilakukan dengan tujuan unutk
menyucikan diri dari dosa-dosa terlebih dosa yang dilakukan dalam seminggu yang
baru dilewati dan untuk membersihkan diri dari segala penyakit. Dengan kata
lain untuk menyempurnakan batin. Menurut Wongso Negoro (Ilyas dan Imam,
1988:11) kebaktian adalah bentuk kebaktian kepada Tuhan Yang Maha Esa menuju
tercapainya budi luhur dan kesempurnaan hidup. Disisi lain Ilyas dan Imam
(1988:11) mengatakan bahwa penganut kepercayaan merupakan paham yang bersifat
dogmatis yang terjalin dalam adat-istiadat
hidup sehari-hari dan berbagai suku bangsa yang adat nenek moyang.
Dalam Kitab Pengobatan pada Batak Toba disebutkan bahwa
pengobatan kerap melibatkan roh-roh nenek moyang. Seperti dalam pengobatan
terhadap orang yang sakit akibat diguna-gunai oleh orang lain atau pun
disebabkan mahluk halus (parjahat). Untuk mengobati oarang yang seperti itu tidak
jarang seorang Namalo (dukun) yang dipercaya mengobati melakukan semedi dengan
maksud untuk memenukan jalan keluar dan penyembuhan dari roh nenek moyang,
dalam hal seperti ini roh yang yakini bisa membantu adalah Debata Mula Jadi Na
Bolon, Si Raja Batak, dan roh nenek moyang lain yang diakui mampu membantu
permasalahan manusia.
Dalam
pengobatan tradisional batak tidak selamanya menggunakan tumbuhan. Ada juga
menggunakan makanan dan budaya ritual dalam pengobatan Batak Toba, Suku Batak
selalu menggunakan Anggir dan Daun Sirih dari seluruh kegiatan pengobatan dan
budaya ritual. Pengobatan dengan budaya ritual penyucian biasa dilakukan dengan
memandikan para pasien ke dalam air yang mengalir dengan menggunakan Anggir dan
tumbuhan lain yang sifatnya bertujuan membuang penyakit dari tubuh si
penderita. Biasanya setelah selesai dimandikan setibanya dirumah akan diberikan
makanan berupa Ayam bagi laki-laki dan Ikan bagi para wanita dengan tujuan agar
roh para penderita menyatu dengan badan. Sebab manusia yang sakit biasanya
karena rohnya tidak berada di dalam jasad.
Dalam Ilmu Perlindungan biasanya
orang mencintainya dengan tujuan agar manusia tersebut jauh dari mara bahaya
dan sekaligus membangunkan roh-roh kekuatan yang ada pada tubuhnya. Dalam
memberikan ilmu pelindung ini biasanya sipenerima dibersihkan dan dibungkus
dengan kain 3 warna, merah, putih, hitam dengan harapan merah kekuatan, putih
kesucian dan hitam kebijakan berdiam dan bangkit dalam dirinya dan darahnya,
sambil air jatuh di kepala si penerima dan si pemberi mengucapkan mantra (Doa) memohon
untuk ilmu perlindungan tersebut.
Proses pengobatan dan perlindungan:
* Proses
Penyucian : Dalam proses ini si Pasien dimandikan dengan Anggir (Jeruk Purut)
agar bersih dari segala jenis kotoran, baik dalam badan maupun batin dan darah.
* Proses
membangkitkan aura atau kekuatan darah : Dalam proses ini segala energi organ
tubuh dibangkitkan dengan cara berdoa dan mengisi kesaktian.
* Proses
memberi perlindungan : Dalam proses ini si Pasien di bungkus dengan kain tiga
warna (merah, putih, dan hitam) dengan tujuan agar si pasien tersebut
terbungkus dalam Hulambu Jati kebijakan, keimanan, dan keluhan, sebab manusia
yang terbungkus segala niat jahat terhadap manusia tersebut tidak akan
kesampaian lagi.
* Proses
Pengukuhan I : Dalam proses ini si pasien diberi makan sesajen berupa : Ayam, Anggir,
Air Putih dan Nasi Putih. Sesajen ini diberikan dengan tujuan agar badan dan
roh menyatu bersama kekuatan benua atas, bawah dan tengah menyatu dengan diri
sendiri.
* Proses Pengukuhan
II : Dalam proses ini si pasien di mandikan ke dalam air Pacsur (Pancuran) atau
air terjun dengan tujuan tahap penyatuan kekuatan benua atas, tengah dan bawah.
Pengobatan yang dilakukan dengan menggunakan benda-benda Pusaka yang
dinilai dengan cara petunjuk beserta legenda, pusaka-pusaka ini sangat erat
hubungannya dalam kehidupan sehari-hari pada masa lampau sesuai dengan maksud
dan tujuan masing-masing Pusaka tersebut. Benda-benda Pusaka tersebut adalah:
Ø Solam
Mulajadi atau Pisau Mulajadi, yaitu pisau yang dibawa
Debata Asi-asi dari banua ginjang (Benua atas). Pisau ini adalah himpunan
seluruh pengetahuan orang batak, sebab pisau ini berisi aksara batak 19+7
pengetahuan.
Ø Piso
Sipitu Sasarung,
yaitu pisau yang mana dalam 1 sarung terdapat 7 buah pisau di dalamnya yang
melambangkan tujuh kekuatan yang dibawa oleh Putri Kayangan dari Banua Ginjang
untuk bekal hidup Siraja Batak yang baru.
Ø Piso
Silima Sasarung,
yaitu pisau yang dalam satu sarung tetapi di dalamnya ada lima buah mata pisau.
Di dalam pisau ini berisikan kehidupan manusia, dimana menurut Orang Batak
manusia lahir kedunia ini mempunyai empat roh kelima badan (wujud). Maka dalam
ilmu meditasi untuk mendekatkan diri kepada Mulajadi Nabolon (Tuhan Yang Maha
Esa) harus lebih dulu menyatukan 4 roh kelima badan.
Ø Piso
Sitolu Sasarung:
adalah pisau yang mana dalam satu sarung ada tiga buah mata pisau. Pisau ini
melambangkan kehidupan orang batak yang menyatu tiga benua.
Ø Piso
Siseat Anggir : Piso ini biasa
digunakan pada saat membuat obat atau ilmu. Piso ini bertujuan hanya untuk
memotong Anggir (Jeruk Purut).
Ø Sunggul
Sohuturon :
Sunggul Sohuturon ini terbuat dari rotan yang di anyam berbentuk keranjang
sunggul ini bertujuan untuk memanggil roh manusia yang lari atau roh yang
diambil oleh keramat.
Ø Pukkor
Anggir : Pukkor Anggir ini digunakan
untuk menusuk Anggir dan mendoakannya pada saat menusuk sebelum Anggir tersebut
di potong.
Ø Tutu
: Tutu
ini bertujuan untuk menggiling ramuan-ramuan obat yang hendak digunakan pada
orang sakit.
Ø Sahang : Sahang ini adalah
yang terbuat dari Gading Gajah dan digunakan sebagai tempat obat yang mampu
mengobati segala jenis penyakit manusia, Gupak
: digunakan memotong obat yang jenisnya keras seperti akar-akaran, kayu-kayuan
dan lain-lain.
Ø Tukkot
Tunggal Panaluan yang
merupakan Tongkat Sakti Si Raja Batak
yang diukir dari kejadian yang sebenarnya, yang merupakan kesatuan kesaktian
benua atas, benua tengah dan benua bawah.
Ø Piso Tobbuk Lada yaitu Pisau Kecil yang biasa digunakan untuk
memotong dan mengiris ramuan obat.
Ø Tukkot Sitonggo Mual yaitu
Tongkat sakti Siraja Batak yang mana pada zaman dulu dalam perjalanan
apabila air tidak ada jika tongkat ini ditancapkan ke tanah maka mata air akan
keluar.
Ø Piso Solam Debata, Piso Gaja Doppak
yang berfungsi untuk meluruskan ritual agar diterima oleh roh nenek moyang yang
akan dipanggil.
Analisis tentang pengobatan dalam
Kitab Pengobatan Batak Toba harus memperhatikan ungkapan-ungkapan tradisional
Batak Toba yang sering digunakan dalam upacara ritual. Ungkapan (mantra)
spiritual dalam prosesi pengobatan sering diwujudkan dalam bentuk teks-teks
yang khas, mantra-mantra, serta doa-doa yang dirangkai oleh nenek moyang Orang
Batak terdahulu. Rangkaian kata-kata yang bersifat magis, sakral, dan suci yang
diucapkan dalam upacara penyembuhan dimaksudkan untuk menemukan makna dan hasil
yang memuaskan. Sebagaimana yang dipungkapkan oleh Rad-Cliffe Brown (Kuper,
1996 : 47-61) dalam hal analisis spiritual harus sampai pada makna dan tujuan.
Dengan cara ini maka akan terungkap lah makna dan fungsi ritual pengobatan yang
dilaksanakan yang berkaitan dengan kebutuhan dasar semua masyarakatyang disebut “coaptation”.
Lebih lanjut ilmuwan ini juga mengatakan bahwa sistem budaya dapat dipandang
memiliki kebutuhan sosial.
Berdasarkan pendapat diatas, maka
penelitian ini akan melihat lebih jauh kepada ritual pengobatan dengan
masyarakat yang menganutnya (masih melaksanakannya). Dalam kaitan ini analisis
diarahkan melalui ritual pengobatan dalam rangka memenuhi kesehatan
pendukungnya sebagai kesatuan masyarakat yang utuh.
- METODE PENELITIAN
1.
PENENTUAN
LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini memilih aktifitaspengobatan tradisional
Batak Toba yang sampai sekarang masihada yang tetap mempertahankannya walaupun
diantara keseluruhan perlengkapan dalam ritual masa kini tidak lagi sekompleks
masa dahulu. Maka lokasi penelitian ini akan dilaksanakan di Tanah Batak yaitu
disekitar Samosir dan atau sekitar daerah Danau Toba. lokasi pelaksanaan ritual
pengobatan pada Batak Toba relatif sepi dan diaggap sakral karena akan memanggil
roh nenek moyang yang dianggap mampu memberikan pertolongan.
Aktifitas pengobatan tradisional Batak Toba khususnya
mengenai perawatan bayi dan penyembuhan karena diguna-gunai oleh orang lain
masih dilaksanakan diberbagai daerah persebaran Etnis Batak Toba, seperti
misalnya Pakpak Bharat-Dairi. Pelaksanaan didaerah persebaran ini hampir sama
dengan pelaksanaan ritual di daerah asal yakni sekitaran Danau Toba dimana
pelaksanaannya dilakukan diruangan khusus dan sepi. Namun karena pelaksanaan
ritual di daerah sekitar Danau Toba-Samosir yang dianggap lebih kompleks
mengenai ritual Pengobatan Batak Toba tentu saja hal ini dianggap lebih khas
oleh masyarakat.
2.
PENENTUAN INFORMAN
Untuk penentuan informan dalam penelitian ini digunakan
konsep yang dipopulerkan oleh Spradly (1997:61) yang prisipnya mengkehendaki seorang informan itu
harus paham terhadap budaya yang dibutuhkan. Melihat budaya Ritual Pengobatan
Pada masyarakat Batak Toba yang tidak banyak mengetahui Ritual Pengobatan
secara kompleks maka penentuan informan dilakukan dengan teknik informan
berkelanjutan, yaitu berdasarkan informasi dan rekomendasi dari informan
sesudahnya untuk mendapatkan informan selanjutnya hingga sampai menemukan data
jenuh atau sampai tidak ditemukan lagi data tambahan.
Berdasarkan uraian diatas, maka informan kunci yang bdipilih adalah pendukung
Ritual Pengobatan Pada Masyarakat Batak Toba atau orang yang masih
melaksanakannya. Informan lain yang dipilih adalah orang-orang yang masih
pernah atau masih berobat ke Dukun dan dukun itu sendiri. Karakteristik
informan tidak ditentukan oleh peneliti tetapi didasarkan pada petunjuk atau
pun rekomendasi dari informan setelahnya. Kemudian peneliti akan menghubungi
informan sebelumnya itu untuk mendapatkan data berikutnya.
3.
TEKNIK PENGUMPULAN
DATA
Untuk pengumpulan data peneliti nmenggunakan tekknik
seperti yang diutarakan oleh Maryaeni (2005, 60-74) yaitu: teknik survei,
partisipant observation, dokumen, wawancara serta pengalaman personal
(pribadi).
Teknik survei dilakukan untuk mengetahui bagaimana
pendapat sekelompok masyarakat tertentu terhadap Ritual Pengobatan Batak Toba.
dalam teknik ini peneliti akan membuat daftar pertanyaan yang akan diajukan,
memilah satuan variabel seperti memilah pendapat atau tanggapan dari masyarakat
yang ditanyai berdasarkan tingkat pendidikan, membuat quessioner. Untuk teknik
partisispant observation peneliti akan mengambil bagian pada upacara ritual
pengobatan Batak Toba guna mendapatkan data yang akurat dan untuk melihat
secara langsung aspek-aspek ritual dan prosesi ritual. Teknik ini juga
dimaksudkan agar peneliti lebih mudah dalam melakukan wawancara dengan informan
secara mendalam. Dalam meneliti peneliti akan menggunakan Bahasa Indonesia dan
bahasa Batak Toba karena akan ada nantinya yang akan diungkapkan dalam bahasa
Batak Toba yang berhubungan dengan ritual pengobatan. Kemudian data yang
ditemukan dalam bahasa Batak Toba akan diterjemahkan keda lam bahasa Indonesia
dan kemudian diolah.
Indepth interview (wawancara mwndalam) dilakukan sebelum
dan sesudah melaksanakan ritual pengobatan pada masyarakat Batak Toba.
wawancara pertama dilakukan pada informan kunci yaitu Datu atau Namalo (dukun)
kemudian akan melanjutkan wawancara dengan informan selanjutnya sesuai dengan rekomendasi atau pun petunjuk
informan kunci. Demikian seterusnya melakukan wawancara berdasarkan petunjuk
informan setelahnya sampai ditemukan titik jenuh. Teknik dokumen dilakukan
untuk mendapatkan informasi tentang ritual pengobatan pada masyarakat Batak
Toba yang kemudian akan ditanyakan kepada informan. Pengalaman pribadi
dibutuhkan untuk membekali peneliti dalam melaksanakan penelitian, baik dalam
partisipant observation maupun wawancara, sehingga akan lebih mudah dilakukan.
Disamping teknik diatas, peneliti juga akan berkonsultasi dengan pembimbing.
4.
TEKNIK ANALISIS
DATA
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif
yang berupa deskripsi mendalam terhadap fenomena ritual pengobatan pada
masyarakat Batak Toba berdasarkan Kitab Pengobtan. Dalam hal ini digunakan
teknik analisis TPM (Teknik Pemadanan Maksimal). Cara kerja yang akan dilakukan
dalam teknik analisis data ini adalah : melakukan pengelompokan, menyusun
tipologi, membuat perbandingan atas tipologi data yang tersusun, menghapus data
(tipologi) yang mirip, memadankan dan menguntai cluster data penelitian menjadi untaian teks (Maryaeni, 2005:75).
Sehubungan dengan teknik analisis data diatas maka
peneliti juga akan menggunakan tahap analisis data Van Manen (Maryaeni,
2005:76)yaitu: tahap pertama adalah tahap epoche. Pada tahap ini peneliti akan
membuat gambaran sesuai dengan informasi yang terdapat dalam teks yang terekonstruksikan. Untuk memahami
informasi akan dilakukan pembacaan ulang dan penelusuran serta refleksi
pengalaman. Tahap kedua yaitu tahap reduksi. Pada tahap ini peneliti akan
menyaring representasi makna atau npun informasi yang didapat sesuai dengan
lingkup permasalahan yang digarap atau diteliti. Kemudian tahap ketiga yaitu tahap
strukturasi. Pada tahap ini peneliti akan mengidentifikasi hubungan komponen
yang satu dengan komponen yang lainnya dalam satuan teks, hubungan satuan makna
yang satu dengan yang lain dengan satuan teksnyan sehingga membentuk satuan
pemahaman secara sistematik.
Dalam analisis ini yang berbicara adalah data, sedangkan
peneliti tidak melakukan penafsiran.jika pun ada penafsiran itu adalah hasil
pemahaman dari interpretasi informan terhadap ritual pengobatan pada masyarakat
Batak Toba. dengan cara seperti ini maka akan terlihat makna dan fungsi ritual
pengobatan bagi pendukungnya tanpa intervensi peneliti. Hal ini dilandasi
asumsi karena mereka yang terlibat dalam ritual pengobatan pada masyarakat
Batak Toba diharapkan mengetahui makna dan fungsinya bagi individu sebagai
anggota masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Gultom, Ibrahim.
2010. Agama malim ditanah Batak. Jakarta : Bumi Aksara.
Situmorang, Sitor. 2009. Toba Na Sae.
Jakarta : Komunitas Bambu.
Maryaeni. 2005. Metode Penelitian
Kebudayaan.Jkarta : Bumi Aksar.
Endraswara,
Suwardi. 2006. Metode Penelitian
Kebudayaan
Ihromi,T.O.
2006. Pokok-pokok Antropologi Budaya
Foster/Anderson. 2009. Antropologi
Kesehatan. Jakarta : UI Press.
Langganan:
Postingan (Atom)